ARTIKEL TENTANG PERKULIAHAN BAHASA INDONESIA

MARAKNYA PLAGIASI DI KALANGAN MAHASISWA DAN CARA MENGATASINYA

Linda Rahmaeka
D-IV Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang

Menurut KBBI, plagiarisme adalah “penjiplakan yang melanggar hak cipta”. Sedangkan menurut Permendiknas No. 17 tahun 2010 (dalam Widyartono, 2017:6), plagiat didefinisikan sebagai “perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan/atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai”.
Plagiarisme secara sadar atau tidak sadar pasti pernah kita lakukan. Biasanya plagiarisme terjadi saat siswa atau mahasiswa diberi tugas kategori menulis, seperti makalah, artikel, atau presentasi. Dalam pengerjaan tugas-tugas tersebut seringkali kita menggunakan karya milik orang lain yang kita temukan di internet lalu kita salin-timpa ke lembar kerja untuk dikumpulkan tanpa mencantumkan identitas penulis dengan benar. Hal ini sering terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang cara menulis yang baik dan benar. Guru Bahasa Indonesia saat sekolah pun jarang sekali yang memberikan informasi mengenai plagiarisme ini pada murid-muridnya sehingga sampai lulus mereka tidak tahu cara menulis dengan benar dan terus menerus melakukan plagiarisme. Mungkin sebagian dari mereka tau jika hal itu termasuk plagiarisme namun hanya diam saja karena berpikir gurunya tidak akan repot-repot memeriksa kebenaran hasil kerjanya, yang penting tugasnya sudah terkumpul.
Hal ini nantinya akan menyebabkan menurunnya moral dan kualitas manusia di jenjang yang lebih tinggi nantinya. Murid bermental “copy-paste” ini jika tidak diberikan informasi yang benar akan terus menerus bertindak salah yang bisa berujung merugikan dirinya sendiri. Oleh karena itu, diperlukan dosen untuk mengajari atau membimbingnya cara menulis yang baik dan benar.
Lako (2013) mengategorikan plagiarisme ke dalam empat jenis, yaitu plagiarisme total, plagiarisme parsial, auto-plagiasi (self-plagiarisme), dan plagiarisme antarbahasa.
Menurut Widyartono (2017:7-8), tindakan plagiat dapat terjadi karena tiga hal. Pertama, ketidaktahuan dalam pengolahan informasi. Kedua, kelupaan. Ketiga, kesengajaan. Juliandi dkk (2016:236)  menyatakan bahwa plagiarisme terjadi karena mahasiswa kurang percaya diri terhadap kemampuan sendiri dan takut gagal dalam penelitian. Sehingga mereka terus saja melihat pada penelitian yang telah ada sebelumnya. Terjadinya tindakan plagiat dipengaruhi oleh faktor kecemasan atau stres, ketakutan atau kegagalan, penghargaan diri yang rendah, dan sikap pesimis terhadap kemampuan sendiri.
Tindakan copy-paste pada dasarnya bukanlah kegiatan terlarang dalam penulisan riset selama disertai dengan identitas sumber rujukan yang digunakan.  “Untuk menghindari tindakan plagiasi, dapat dilakukan upaya pencantuman identitas referensi yang dirujuk. Seharusnya, penulis harus mencantumkan identitas referensi yang dirujuk, misalnya nama belakang penulis, tahun penulisan, dan halaman tulisan” (Widyartono, 2015:2).
Permendiknas No. 17 tahun 2010 dalam pasal 12 (dalam Widyartono, 2017:8) menyatakan bahwa “sanksi untuk mahasiswa terdiri atas teguran, peringatan tertulis, penundaan pemberian sebagian hak mahasiswa, pembatalan nilai satu atau beberapa matakuliah yang diperoleh mahasiswa, pemberhentian dengan hormat dari status sebagai mahasiswa, pemberhentian tidak dengan hormat dari status sebagai mahasiswa, atau pembatalan ijazah apabila mahasiswa telah lulus dari suatu program”.
Menilik sanksi dari tindakan plagiarisme hendaknya kita sebisa mungkin menghindarinya. Menurut Lako (2013), cara-cara yang bisa dilakukan untuk menghindari plagiasi akademik antara lain menyosialisasikan plagiarisme untuk meningkatkan pengetahuan dan menyamakan persepsi kepada para pelaku pendidikan tentang norma-norma atau etika penulisan ilmiah akademik agar tindakan plagiarisme akademik akan dapat dicegah atau diminimalisir sekecil mungkin di masa mendatang dan melakukan penyadaran dan sosialisasi etika penulisan ilmiah akademik serta kontrol yang ketat dan memberian sanksi yang tegas dan keras kepada para plagiator.

Daftar Pustaka
Juliandi, D., Mahzum E, dan Farhan A. 2016. Persepsi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Unsyiah Terhadap Tindakan Plagiat dalam Penulisan Skripsi. Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Pendidikan Fisika, 1 (4): 229-237, (http://www.jim.unsyiah.ac.id/pendidikan-fisika/article/view/1282), diakses pada 1 November 2017.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. 2017. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Bahasa.
Lako, A. 2013. Mencegah Plagiarisme Akademik, (http://storage.kopertis6.or.id/kelembagaan/ARTIKEL%20PLAGIARISME%20AKADEMIK1.pdf), diakses pada 1 November 2017.
Lako, A. 2013. Plagiarisme Akademik, (http://storage.kopertis6.or.id/kelembagaan/ARTIKEL%20PLAGIARISME%20AKADEMIK1.pdf), diakses pada 1 November 2017.
Widyartono, D. 2015. Implementasi Pindai Plagiasi Secara Sambung Jaring pada Karya Tulis Ilmiah Siswa SMA, (https://www.researchgate.net/publication/320554874_IMPELEMENTASI_PINDAI_PLAGIASI_SECARA_SAMBUNG_JARING_PADA_KARYA_TULIS_ILMIAH_SISWA_SMA), diakses pada 1 November 2017.
Widyartono, D. 2017. Bahasa Indonesia Riset: Panduan Menulis Karya Ilmiah di Perguruan Tinggi.  Malang: Universitas Negeri Malang.


Tugas Artikel Bahasa Indonesia

MENGENAL ASI EKSKLUSIF, MANFAAT, DAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN PRAKTIK ASI EKSKLUSIF
Linda Rahmaeka
D-IV Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang
lindarahma9123@gmail.com
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan paling sempurna untuk bayi baru lahir hingga usia 6 bulan dikarenakan kandungan gizi dan zat pembangun daya tahan tubuh yang tidak bisa disaingi oleh susu mana pun. Bayi normal cukup hanya diberi ASI saja hingga umurnya 6 bulan lalu harus diperkenalkan dengan makanan tambahan (MP ASI). ASI memiliki banyak manfaat bagi pertumbuhan bayi, di antaranya sebagai nutrisi utama, menambah daya tahan tubuh, mencerdaskan anak, mempererat jalinan kasih sayang antar ibu dan anak, dan sebagainya. Namun, dalam praktik pemberian ASI eksklusif, ada faktor yang menjadi penyebab keberhasilan dan kegagalan praktik ini. Faktor keberhasilan di antaranya immediate breastfeeding (IMD), pendidikan dan  pengetahuan ibu, dukungan orangtua, pengalaman, dan lain-lain. Sedangkan faktor kegagalan di antaranya pemberian makanan/minuman pralaktase, tergoda iklan susu formula, orangtua menyuruh memberi makanan tambahan, dan lain-lain.
Kata kunci: ASI eksklusif, IMD, manfaat, faktor

ASI merupakan emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan mineral (Fikawati dkk, 2015:58). ASI adalah makanan terbaik dan paling sempurna uuntuk bayi. Kandungan gizinya yang tinggi dan adanya zat kebal di dalamnya membuat ASI tidak tergantikan oleh susu formula yang paling hebat dan mahal sekalipun. Selain itu, ASI juga  tidak pernah basi, selama masih dalam tempatnya. Pemberian ASI tidak hanya menguntungkan bayi, tapi juga dapat menyelamatkan keuangan keluarga di saat krisis global seiring dengan meningkatnya harga susu formula (Yuliarti, 2010).
Manfaat pemberian ASI bagi bayi menurut Roesli U (2000) adalah sebagai berikut:
1.      ASI sebagai nutrisi
ASI yang keluar pada saat kelahiran sampai hari ke-4 atau ke-7 (kolostrum), berbeda dengan ASI yang keluar dari hari ke-4 atau ke-7 sampai hari ke-10 atau ke-14 setelah kelahiran (ASI transisi). Komposisi ini akann berbeda lagi setelah hari ke-14 (ASI matang).
ASI yang keluar pada menit-menit pertama menyusui disebut foremilk, sedangkan ASI yang keluar pada saat akhir menyusui disebut hindmilk.
ASI adalah makanan bayi paling sempurna, baik dari kualitas maupun kuantitasnya. Dengan tatalaksana menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan.
2.      ASI meningkatkan daya tahan tubuh
Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya melalui ari-ari. Namun, kadar zat ini akan cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak sehingga mencapai kadar protektif pada waktu berusia sekitar 9-12 bulan. Pada saat kadar zat kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang dibentuk oleh badan bayi belum mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi.
Kesenjangan akan hilang atau berkurang apabila bayi diberi ASI karena ASI adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, parasit, dan jamur.
Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu matang (mature). Zat kekebalan yang terdapat pada ASI antara lain akan melindungi bayi dari penyakit diare. Pada suatu penelitian di Brasil Selatan bayi-bayi yang tidak diberi ASI mempunyai kemungkinan meninggal karena diare 14,2 kali lebih banyak daripada bayi ASI eksklusif. ASI juga akan menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi.   
3.      ASI meningkatkan kecerdasan
Dengan memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan menjamin tercapainya pengembangan potensi kecerdasan anak secara optimal. Hal ini karena selain sebagai nutrien yang ideal, dengan komposisi yang tepat, serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi, ASI juga mengandung nutrien-nutrien khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal. Nutrien-nutrien khusus tersebut tidak terdapat atau hanya sedikit terdapat pada susu sapi, seperti:
1.      Taurin, yaitu suatu bentuk zat putih telur yang hanya terdapat pada ASI.
2.   Laktosa, merupakan hidrat arang utama dari ASI yang hanya sedikit sekali terdapat dalam susu sapi
3.    Asam lemak ikatan panjang (DHA, AA, omega-3, omega-6), merupakan asam lemak utama dari ASI yang hanya terdapat sedikit sekali dalam susu sapi.
Hasil penelitian dr. Lucas (1993) terhadap 300 bayi prematur yang membuktikan bahwa bayi-bayi prematur yang diberi ASI eksklusif mempunyai IQ yang lebih tinggi secara bermakna (8,3 poin lebih tinggi) dibanding bayi prematur yang tidak diberi ASI. Pada penelitian Dr. Riva (1997) ditemukan bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif ketika berusia 9,5 tahun mempunyai tingkat IQ 12,9 poin lebih tinggi dibanding anak yang ketika bayi tidak diberi ASI eksklusif. Dari hasil penelitian Dewey KG dkk di Honduras (dalam Novita dkk, 2008) didapatkan fakta bahwa bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan mempunyai fungsi lokomotor lebih baik, terlihat lebih cepat merangkak, dan sudah dapat berjalan pada usia 12 bulan dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI sampai usia 4 bulan.
4.      Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang
Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena  menyusu akan merasakan kasih sayang ibunya. Ia juga akan merasa aman dan tenteram, terutama karena masih dapat mendengar detak jantung ibunya yang telah ia kenal sejak dalam kandungan. Perasaan terlindung dan disayangi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual yang baik.
Manfaat lain pemberian ASI bagi bayi:
1.   Sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhann pertumbuhan bayi hingga usia 6 bulan.
2.     Melindungi anak dari serangan alergi.
3.  Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak sehingga bayi ASI eksklusif potensial lebih pandai.
4.    Meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian bicara.
5.     Membantu pembentukan rahang yang bagus.
6. Mengurangi risiko terkena penyakit kencing manis, kanker pada anak, dan diduga mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung.
7.   Menunjang perkembangan motorik sehingga bayi ASI eksklusif akan lebih cepat bisa jalan.
8.  Menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, kematangan spiritual, dan hubungan sosial yang baik.
Oleh karena itu, sangatlah tepat bila departemen kesehatan menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berumur sekurang-kurangnya dua tahun dengan tambahan makanan pendamping ASI (MP ASI) (Yuliarti, 2010).
Mengapa pengenalan makanan tambahan dimulai pada usia 6 bulan dan bukan 4 bulan? Dalam buku karangan Purwanti (2004) dijelaskan bahwa dari hasil  penelitian, jumlah komposisi ASI masih cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi apabila ASI diberikan secara tepat dan benar sampai bayi berumur 6 bulan dan bayi pada saat berumur 6 bulan sistem pencernaannya mulai matur sehingga tidak akan mengalami gangguan pencernaan.
Menurut WHO (dalam Fikawati dan Syafiq, 2003) pemberian ASI secara eksklusif adalah pemberian hanya ASI tanpa memberikan cairan atau makanan padat lainnya kecuali vitamin, mineral, atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia 4-6 bulan. Penelitian WHO, Edmond KM, Kramer MS, Sacker A, dan Besar DS (dalam Fikawati dan Syafiq, 2009:121) telah mengkaji manfaat pemberian ASI eksklusif dalam hal menurunkan mortalitas bayi, menurunkan morbiditas bayi, mengoptimalkan pertumbuhan bayi, membantu perkembangan kecerdasan anak, dan membantu memperpanjang jarak kehamilan bagi ibu. Selain itu disebutkan juga bahwa bayi yang disusui secara eksklusif sampai 6 bulan umumnya lebih sedikit menderita penyakit gastrointestinal dan lebih sedikit mengalami gangguan pertumbuhan.
Fikawati dan Syafiq (2003) menyebutkan di dalam jurnalnya bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan ASI eksklusif, yaitu kemampuan untuk menyusui segera (immediate breastfeeding) atau yang dikenal dengan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Salah satu kunci utama keberhasilan IMD terletak pada penolong persalinan karena perannya sangat dominan dalam menit-menit pertama setelah bayi lahir. Penelitian Yuno Nakao (dalam Raharjo, 2014:54) di Jepang membuktikan bahwa pemberian ASI saja pada 120 menit pertama setelah kelahiran adalah waktu yang sangat menentukan untuk pencapaian pemberian ASI secara eksklusif minimal sampai bayi berusia 6 bulan. Selain itu, menyusu di satu jam pertama bayi baru lahir sangat berperan dalam menurunkan angka kematian bayi (Edmond K dalam Rusli U, 2008). Bila ibu difasilitasi oleh penolong persalinan untuk IMD diharapkan interaksi ibu dan bayi akan segera terjadi. Dengan IMD, ibu semakin percaya diri untuk tetap memberikan ASI-nya sehingga tidak merasa perlu untuk memberikan makanan atau minuman apa pun kepada bayi karena bayi bisa nyaman menempel pada payudara ibu atau tenang dalam pelukan ibu segera setelah lahir. Ibu yang immediate breastfeeding 2 sampai 8 kali lebih besar kemungkinannya untuk memberikan ASI secara eksklusif sampai 4 bulan dibandingkan dengan ibu yang tidak immediate breastfeeding.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fikawati dan Syafiq (2009) faktor-faktor yang dianggap menjadi pemicu seorang ibu untuk melakukan ASI eksklusif adalah umur, pendidikan, pengetahuan, motivasi, sikap, dan kepercayaan. Sedangkan yang dianggap sebagai faktor-faktor yang mendukung ibu untuk melakukan ASI eksklusif adalah cara lahir, IMD, rooming in, kondisi bayi, kondisi ibu, dan paritas ibu. Faktor lain yang mendorong atau menghambat ibu untuk melakukan praktik ASI ekslusif adalah tenaga kesehatan (bidan dan dokter), keluarga (suami dan orangtua), media serta iklan susu formula. Perilaku yang mendorong ibu untuk melakukan ASI eksklusif adalah memberikan nasihat untuk menyusui dan melakukan persiapan menyusui sejak hamil, memfasilitasi IMD, menyuruh memberikan kolostrum dan tidak memberikan makanan pralaktal, tidak memberikan susu formula pada bayi saat bayi masih di rumah sakit atau membawakan susu formula saat bayi pulang.
Faktor pendidikan dianggap sebagai salah satu faktor utama yang dapat memengaruhi kemungkinan ibu melakukan praktik ASI eksklusif 6 bulan. Pengetahuan yang baik akan memudahkan seseorang untuk mengubah perilaku termasuk dalam praktik menyusui. Perilaku ibu untuk memberikan ASI eksklusif disebabkan oleh faktor penyebab perilaku yang salah satunya adalah pengetahuan, di mana faktor ini menjadi dasar atau motivasi bagi individu dalam mengambil keputusan (Notoatmojo dalam Sriningsih, 2011). Ibu yang berpendidikan umumnya mempunyai pengetahuan lebih tinggi sehingga mampu menentukan pilihan untuk menyusui bayinya. Ibu berpendidikan tinggi dengan pengetahuan ASI eksklusif yang baik berpotensi mengintervensi tenaga kesehatan untuk tidak memberikan susu formula kepada bayinya. Ibu berpendidikan tinggi lebih percaya untuk mengekspresikan pendapat dan keinginannya. Pendidikan yang tinggi membuka akses pengetahuan yang lebih luas sehingga dapat memperbaharui pengetahuannya (Fikawati dan Syafiq, 2009).
Namun, dalam praktik ASI eksklusif, ada beberapa faktor yang menjadi peyebab kegagalan praktik tersebut. Simanjuntak (dalam Fikawati dan Syafiq, 2003) menyebutkan bahwa faktor-faktor penyebab kegagalan praktik ASI eksklusif antara lain seperti pemberian makanan prelakteal, ibu harus bekerja, bayi sakit, ibu lelah/sakit, ibu kurang percaya diri, dan lain-lain.
Kegagalan ASI eksklusif telah dimulai sejak 3 hari pertama kelahiran yaitu pada saat makanan/minuman pralakteal diberikan, yaitu pemberian makanan atau minuman kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar (dengan kata lain mendahului pemberian ASI). Pemberian makanan/minuman pralakteal adalah praktik yang sering dilakukan dan merupakan salah satu faktor utama kegagalan pelaksanaan ASI eksklusif. Ibu yang tidak immediate breastfeeding berisiko memberikan makanan/minuman pralakteal 1,8 kali sampai 5,3 kali dibandingkan ibu yang immediate breastfeeding.
Penyebab-penyebab kegagalan ASI eksklusif berdasarkan penelitian Fikawati dan Syafiq (2009):
·  memberikan makanan/minuman tambahan kepada bayi karena alasan bayi rewel dan terlihat masih haus walaupun habis disusui.
·        memberikan susu formula sejak awal kelahiran karena mendapat susu formula dari bidan.
·       ibu mau bekerja kembali  
·       merasa aktivitas bayinya sudah mulai banyak sehingga memerlukan tambahan makanan.
·       orangtua menyuruh memberikan makanan tambahan.
·       tertarik dengan iklan susu formula.

Daftar Pustaka
Fikawati S, dan Syafiq A. 2003. Hubungan antara immediate breastfeeding dan ASI Eksklusif 4 bulan. Jurnal Kedokteran Trisakti. Vol. 22 (2).
Fikawati S, dan Syafiq A. 2009. Penyebab Keberhasilan dan Kegagalan Praktik Pemberian ASI Eksklusif. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 4 (3).
Fikawati S, Syafiq A, dan Karima K. 2015. Gizi Ibu dan Bayi. Depok: Rajagrafindo
Novita L, Gurnida DA, Garna H. 2008. Perbandingan Fungsi Kognitif Bayi Usia 6 Bulan yang Mendapat dan yang Tidak Mendapat ASI Eksklusif. Sari Pediatri. Vol. 9 (6)
Purwanti, HS. 2004. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta: EGC.
Raharjo, BB. 2014. Profil Ibu dan Peran Bidan dalam Praktik Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 10 (1).
Roesli U. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya.
Rusli, U. 2008. Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda.
Sriningsih, I. 2011. Faktor Demografi, Pengetahuan Ibu Tentang Air Susu Ibu dan Pemberian ASI Eksklusif. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 6 (2)

Yuliarti, N. 2010. Keajaiban ASI—Makanan Terbaik untuk Kesehatan, Kecerdasan, dan Kelincahan Si Kecil. Yogyakarta: Andi.

Cara Mengatur Kecepatan Internet Apabila Sharing WiFi Wireless

Seringkali kita mengeluhkan koneksi internet yang lama jika berbagi bandwith (kecepatan internet). Kali ini saya akan membahas tentang cara mengatur kecepatan internet apabila sharing WiFi wireless. Selengkapnya klik disini!

Tentang Email

Apa Itu Email?

Jika menjelajah internet, seringkali kita menjumpai kata "Email". Biasanya Email ini digunakan untuk mendaftar di sosial media atau untuk bertukar kabar. Sebenarnya Email itu apa, sih? 
Mau tau selengkapnya?

Kebanggaan Kelas

Hello guys! :D
Kali ini saya akan menceritakan tentang kebanggaan dari kelas saya.
Saya bersekolah di SMP Negeri 3 Sidoarjo, di kelas 9.1. Kelas 9.1 ini adalah kelas bilingual (dua bahasa). Program bilingual sendiri dilaksanakan pada hari Selasa, Rabu, dan Kamis sepulang sekolah. Kelas bilingual terdiri dari 3 kelas di setiap tingkat, jadi total kelas bilingual di SMPN 3 Sidoarjo ada 9 kelas.
Siswa-siswi yang diterima di kelas bilingual dites dulu sebelumnya. Tes akademik dilakukan pada hari MOPDB (Masa Orientasi Peserta Didik Baru). Pelajaran yang dijuikan adalah pelajaran yang ada di Ujian Nasional, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Setelah tes ini, siswa-siswi yang lolos mengikuti tes wawancara Bahasa Inggris. Siswa-siswi  yang lolos di kedua tes ini dinyatakan diterima di kelas bilingual. Selanjutnya, satu atau dua bulan setelah MOPDB, semua siswa-siswi baru dikelompokkan lagi menjadi beberapa kelas. Murid-murid bilingual dibagi di tiga kelas, yaitu 7.1, 7.2, dan 7.3. Sedangkan sisanya menjadi kelas reguler.
Yang menjadi kebanggaan di kelas 9.1 sendiri adalah murid-muridnya. Selain memiliki otak yang cerdas, murid di kelas ini selalu berusaha kompak dalam berbagai hal. Respek terhadap teman yang lain juga tinggi. Keakraban antara satu sama lain terbilang baik, walaupun kadang berkelompok sendiri-sendiri.
Dalam setiap acara kelas, selalu ada momen indah yang tercipta. Apalagi di tahun terakhir di SMP, maka momen itu akan menjadi momen yang tak terlupakan. Selalu ada canda tawa dan keceriaan setiap harinya. Walaupun setiap anak memiliki sifat yang berbeda-beda, itu tidak menjadi penghalang untuk bersatu, malah menjadi faktor untuk saling melengkapi. They're all crazy but I love them and absolutely this class! 


Nah, mungkin itu dulu yang bisa saya jelaskan. Pada lain kesempatan mungkin akan saya lanjutkan. Thank you!



Internet dan Intranet



Dalam pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sering dijumpai kalimat seperti "Internet" dan "Intranet". Mungkin masih ada yang bingung dengan 2 kata tersebut. Mau tau perbedaannya?